Hijrah
Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah merupakan
perjalanan yang jauh, melelahkan dan menegangkan. Disebut jauh karena jarak
tempuh Makkah ke Madinah lebih dari 400 km, melelahkan karena jalan yang
dilaluinya bukit-bukit bebatuan, udara siang yang sangat panas dan debu-debu
padang pasir yang beterbangan dan pada malam hari sangat dingin, kendaraan yang
digunakan adalah unta, sedangkan rute yang ditempuhnya adalah jalan yang tidak
biasa dilalui orang karena perjalanan ini termasuk tidak aman sehingga
menegangkan mengingat Rasulullah saw hendak ditangkap atau dibunuh oleh
orang-orang kafir Quraisy, karenanya beliau dan Abu BakarAsh Shiddik
bersembunyi terlebih dahulu di gua Tsur sebelum berangkat sehingga orang-orang
kafir kehilangan jejak beliau.
Meskipun
demikian keadaan perjalanannya, ternyata ada beberapa peristiwa menarik yang
menggambarkan bahwa Rasulullah saw menikmati perjalanan ini. Karenanya menjadi
penting bagi kita untuk mengetahui kisah itu agar bisa mengambil pelajaran atau
hikmahnya.
1. Mengislamkan Waraqah bin Malik.
Pemuda-pemuda
kafir Quraisy mengikuti sayembara menangkap atau membunuh Nabi Muhammad saw
dengan hadiah seratus ekor unta yang paling mahal harganya pada masa itu.
Waraqah bin Malik salah seorang pemuda yang berusaha meraih hadiah itu. Dengan
kuda yang dipacu kencang, Waraqah berhasil mendapati Rasul dan Abu Bakar Ash
Shiddik. Namun malang
baginya, saat hampir mendekati, ternyata kudanya jatuh terperosok. Rasulullah
saw turun dari untanya untuk memberi pertolongan, bahkan menasihati agar
berhati-hati. Selanjutnya beliau melanjutkan perjalanan.
Waraqah
menjadi ragu antara melanjutkan upaya menangkap dan membunuh atau tidak jadi.
Membunuh beliau terasa tidak enak karena sudah dirasakan kebaikannya, tidak
jadi membunuh berarti tidak mendapatkan hadiah yang menggiurkan, apalagi tidak
ada pemuda Quraisy yang berhasil menemukan beliau. Upaya pengejaran tetap dilakukannya, karena ingat akan hadiah yang
menggiurkan. Namun untuk kedua kalinya saat hampir berhasil mengejar Nabi,
kudanya terperosok jatuh dan Rasulpun kembali turun dari untanya untuk memberi
pertolongan dan menasihati agar berhati-hati. Kejadian ini menambah
keraguannya, namun hadiah yang besar lebih menggiurkan, dikejarnya sekali lagi
dan ternyata kejadian serupa dialaminya.
Akhirnya setelah Rasul menolongnya lagi, Waraqah berterus bahwa ia
sebenarnya ingin menangkap Nabi, hidup atau mati. Namun akhlak Rasul yang mulia
membuatnya tidak jadi meraih hadiah besar. Waraqah justeru menyatakan diri
masuk Islam dan ingin ikut serta dalam hijrah ke Madinah. Namun Rasul tidak
mengizinkannya saat itu, karena lebih baik ia kembali ke ujung jalan itu agar
bila ada teman-temannya yang ikut sayembara bisa diyakinkan bahwa tidak usah menempuh
jalur itu karena ia sudah menempuhnya dan tidak mendapati Rasul, ini merupakan
strategi Rasul untuk mengamankan perjalanannya menuju Madinah.
2. Memerah Susu Kambing.
Mahmud
Al Mishri dalam bukunya Shahabiyat hawla Ar Rasul (35 sahabat
wanita Rasulullah saw) menceritakan tentang Ummu Ma’bad Al Khusa’iyyah ra
yang bernama asli Atikah binti Khalid, ia tinggal bersama suaminya di daerah
pedalaman antara Makkah dan Madinah dengan penuh ketegaran dan kesabaran.
Karenanya dikalangan masyarakat pedalaman ia sangat dikenal. Rumahnya hanyalah
sebuah kemah atau gubuk yang bisa jadi orang sekarang mengatakan tidak layak
huni. Namun kedermawanannya dirasakan oleh banyak orang karena ia suka memberi
makanan dan minuman kepada siapa saja yang lewat di depan gubuknya itu sampai
tidak bersisa. Ketika Nabi lewat situ, ternyata masih ada orang yang harus
diberikannya, mereka berkata: “Apakah engkau memiliki makanan atau minuman?.”
Ummu Ma’bad menjawab: “Demi Allah, seandainya kami masih punya sesuatu, maka
kami tidak akan segan-segan untuk menghidangkannya kepada kalian. Domba tidak lagi mengeluarkan susu, karena tahun ini
sangat panas dan kering”.
Rasulullah
saw melihat domba milik Ummu Ma’bad yang kurus kering, beliau bertanya:
”Mengapa domba ini ada di sini?.” Ia menjawab: ”Domba ini tidak bisa ikut
kawannya karena tidak sanggup berjalan jauh.” Rasulullah bertanya lagi: ”Apakah
masih ada susunya?.” Ummu Ma’bad menjawab: ”Dia tidak mungkin lagi mengeluarkan
susu.” Rasulullah bertanya lagi: ”Apakah engkau mengizinkan aku memerah susu?.”
Ummu Ma’bad menjawab: ”Tentu saja jika menurutmu masih bisa diperah,
lakukanlah.”
Rasulullah saw mendekati domba itu,
sambil membaca basmalah dan doa, susu diperah oleh beliau sehingga mengalir
dengan deras. Kepada Ummu Ma’bad, beliau meminta diambilkan wadah yang besar
lalu wadah itupun penuh dengan susu. Rasul perintahkan Ummu Ma’bad dan keluarga
untuk meminumnya, disusul oleh tetangga-tetangganya sesudah itu baru Rasulullah
saw meminumnya. Sesudah itu, beliau memerah lagi hingga wadah itu penuh dan
berpamitan untuk melanjutkan perjalanan. Ketika suaminya pulang bersama
kambing-kambingnya yang kurus kering, ia menjadi sangat heran melihat wadah
yang dipenuhi susu itu, lalu bertanya: ”Dari mana engkau dapatkan susu ini,
bukankah domba-domba kita tidak ada di sini, sedangkan domba yang ada tidak
bisa diperah susunya?.”
Dengan tenang, Ummu Ma’bad
menceritakan sosok Rasul yang ia sendiri tidak mengenalnya dan tidak tahu kalau
itu adalah Rasulullah: ”Demi Allah, tadi ada orang yang penuh berkah lewat
sini, dialah yang memerah susunya itu”.
Mendengar cerita tentang sosok orang
itu, suaminya mengatakan: ”Demi Allah, aku yakin, dialah orang yang sedang
dicari oleh orang-orang Quraisy. Aku sudah tertarik dan ingin menjadi
pengikutnya.” Karena itu, ketika ada pemuda-pemuda Quraisy menanyakan tentang
kemungkinan Rasul lewat daerah itu, maka Ummu Ma’bad menjawab: ”Kalian bertanya
tentang sesuatu yang tidak pernah kudengar.” Sesudah masuk Islam, suami isteri
ini menjadi muslim yang taat.
Ketika masa Umar bin Khattab menjadi
khalifah, terjadi musim paceklik yang membuat domba-domba tidak bisa
mengeluarkan susu, namun domba Ummu Ma’bad tetap bisa diperah susunya sehingga
ia bisa bersedekah dengan susu itu.
Kisah ini menunjukkan betapa besar
kepedulian Rasulullah saw kepada orang lain agar bisa keluar dari masalah yang
dideritanya, dan ini dilakukan dengan penuh keikhlasan, apalagi yang
dihadapinya juga adalah orang yang ikhlas.
3. Membangun Masjid Quba.
Dalam
perjalanan hijrah ke Madinah, Rasulullah saw ternyata singgah di suatu kampung
yang jaraknya beberapa kilometer sebelum memasuki kota Madinah, nama kampung ini adalah Quba
dan sekarang sudah termasuk wilayah Madinah. Mampirnya Rasulullah saw bersama
para sahabatnya yang hanya dalam beberapa hari ternyata maksudnya adalah hendak
membangun masjid yang kemudian diberi nama dengan masjid Quba. Meskipun
dibangun sederhana, ternyata masjid ini menjadi lebih berhak Rasulullah saw
shalat di dalamnya daripada yang dibangun oleh orang-orang munafik meskipun
mereka membangun masjid yang lebih besar dan bagus, Allah swt berfirman: Dan
(di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid
untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan
untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan
orang-orang yang Telah memerangi Allah dan rasul-Nya sejak dahulu. mereka
Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." dan
Allah menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam
sumpahnya). Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya.
sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari
pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada
orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bersih (QS At Taubah [9]:107-108).
Hikmah
yang kita dapat dari kisah ini adalah bagi umat Islam, masjid merupakan sesuatu
yang sangat penting, karenanya harus besar perhatian kaum muslimin terhadap
masjid, baik dari sisi fisik maupun pemakmurannya sesudah masjid itu dibangun.
Dengan
demikian, hijrah Nabi dan para sahabat ke Madinah memberi pelajaran yang amat
berharga bagi kehidupan kita sebagai umatnya.
Drs. H. Ahmad
Yani
Email:
ayani_ku@yahoo.co.id.
0 comments