Kamis, 4-14 Juni
2015 saya berangkat umrah atas undangan Kedutaan Saudi Arabia di Jakarta.
Kumpul di Kedutaan Saudi Arabia di Jl. Rasuna Said Jakarta untuk selanjutnya terbang
dengan Pesawat Saudia sekitar jam 15.30 WIB. Pemerintah saudi mengundang tokoh
dari berbagai kalangan di Tanah Air untuk umrah. Saya sendiri dihubungi sekitar
dua pekan sebelumnya oleh Sekjen PP DMI (Dewan Masjid Indonesia). Setelah
kumpul jam 10 untuk registrasi dan pengarahan, ternyata rombongan terdiri dari
70 orang tokoh dari berbagai kalangan mulai dari Lembaga Pemerintah, ormas
Islam, perguruan tinggi, Pesantren dan ulama/ustadz dari beberapa daerah hingga
ada kepala suku dari Fakfak, Wamena dan Raja Ampat Papua. Duta Besar Arab Saudi
Syaikh Mustafa Ibrahim Al Mubarak mengabsen semua jamaah dan berkenalan. Beliau
mengatakan sejak dari sini anda telah menjadi tamu Khadimul Haramain, baru
sekarang ada tamu kerajaan untuk umrah untuk 1000 orang dari berbagai negara, karena
selama ini tamu untuk haji. Berikut beberapa catatan saya untuk anda.
1. Dekat Masjid
Setelah menempuh
penerbangan sekitar 9 jam, tepat pukul 22.30 waktu Saudi, pesawat mendarat
dengan selamat di Bandara King Abdul Aziz Madinah. Suhu udara malam itu
dikabarkan mencapai 40 derajat. Setelah proses imigrasi dan pengambilan bagasi,
jamaah dipersilahkan naik dua bus no 5 dan 6. Setiba di Hotel Grand Mercure
yang berjarak 50 m dari Pagar Masjid Nabawi, kami disambut ramah oleh panitia
dengan pakaian resmi gamis warna putih dan sorban merah. Teh, kopi dan kurma
telah disediakan untuk menyambut tamu kerajaan di loby hotel.
Setelah melewati
tiga hari di Madinah, rombongan kami berangkat untuk melaksanakan ibadah umrah
ke Makkah dan tiba di Makkah, penyambutan yang sama dilakukan oleh panitia di
Hotel Anjum yang berjarak sekitar 100 meter dari pintu masjid Al Haram, bahkan
bila pembangunan masjid Al Haram sudah selesai, jarak hotel ini lebih dengan
lagi karena hanya melewati jalan raya.
Para jamaah,
khususnya dari Asia Tenggara bertemu di dua hotel ini di Madinah dan Makkah,
selain pengarahan dari panitia, ceramah disampaikan juga oleh Imam Masjid
Nabawi dan Imam Masjid Al Haram. Di Aula Masjid Nabawi, rombongan juga diberi
penjelasan tentang masjid Nabawi dan mengunjungi ruang museumnya. Selain itu, beberapa
tempat ziarah kami kunjungi seperti tempat pencetakan Al Quran yang sejak
berdirinya telah menerbitkan 150 juta eksamplar yang dibagikan secara gratis
dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Termasuk yang dicetak
adalah Al Quran Braille untuk tunanetra. Tempat lain adalah Gunung dan Makam
syuhada Uhud serta masjid Quba, masjid yang pertama kali didirikan oleh
Rasulullah saw.
2. PAHALA YG BERAT
Pahala shalat di
Masjid Nabawi berlipat hingga 1000 kali bila dibanding di masjid lain. Sedangkan
di masjid Al Haram hingga 100.000 kali, begitu disebutkan dalam hadits
Rasulullah saw. Sehabis shalat dari subuh sampai isya, ada saja pelaksanaan
shalat jenazah. Pahala shalat jenazah sebesar gunung uhud, gunung batu yang
tentu saja berat bila ditimbang, apalagi seorang Ustadz di Masjid Nabawi
menyebutkan bahwa gunung uhud itu panjangnya 8 km dan lebarnya 3 km dan tingginya
1,5 km. Itu artinya 5 kali shalat bila diikuti shalat jenazah akan diperoleh
lima ribu pahala sebesar gunung uhud. Di masjid Al Haram masih dikali 100.000.
Ini adalah salah satu keutamaan yang harus diraih bila ke Makkah dan Madinah. Tapi,
meski begitu banyak dan besar, dalam urusan pahala, tetap saja kita tidak boleh
merasa sudah banyak, karena memang kita harus terus memperbanyaknya.
3. Bagai Api Unggun
Panas terik yang
menyengat kulit terasa betul di Makkah, apalagi bila pergi ke Masjid Al Haram dan
pulang ke hotel saat zuhr, panasnya antara 47 sampai 51 derajat. Jangankan
zuhr, ashar saja masih terasa begitu panas. Malampun 36 derajat. Tempat kami
menginap di Hotel Anjum yang sekitar 100 m dari pintu masjid membuat kami cepat
sampai dengan jalan kaki, bagaimana pula bila jamaah yang jaraknya 500 m hingga
2 km?. Kalau boleh saya bayangkan, bila kita menyalakan api unggun yang
membesar, terasa panasnya karena jarak kita yang cuma 1 m dari api, maka
kitapun mundur meski berada di daerah yang dingin. Di Makkah, rasa api unggun
itu terus saja saat berada di luar ruangan, ketika sudah sampai masjid, baru
terasa sejuknya dari AC dan kipas angin. Panas terik yang istilah orang Betawi
bilang pleng-plengan itu akan terus sampai Ramadhan karena memang masih
musim panas. Udara yang panas masih ditambah dengan debu yang beterbangan dari
renovasi masjid dan hotel-hotel di sekitarnya. Meski begitu, tetap tidak
menyurutkan jamaah untuk memadati Masjid Al Haram, bahkan ada yang shalat di
halaman luar meski panas dan berdebu. Semangat shalat jamaah di masjid ini
seharusnya terus terbawa sampai kampung halaman, inilah syiarnya masjid.
4. Ternyata Ada Yang Sejuk.
Yang tidak kami sangka dalam undangan
Umrah dari Raja Saudi adalah diajak berkunjung ke Daerah Thaif. Masih ingat kan
sejarah Nabi dakwah ke Thaif bukan disambut tapi malah disambit dengan batu.
Gunung-gunung batu dan krikilnya yang tajam begitu
banyak. Meski tidak persis di lokasi dimana Nabi disambit itu, tapi kunjungan
ke Thaif ini sangat berkesan. Lokasinya namanya Thaif Sama (Thaif Yang Tinggi).
Ini adalah lokasi wisata kolam renang yang semuanya lelaki. Pengunjung para
pemuda, remaja dan anak-anak Arab nampak begitu senang bermain air,
begitu juga dengan Gokard yang naik ke gunung dan turun lagi. Banyak juga
diantara kami yang mencobanya.
Hal yang berkesan
adalah naik kereta gantung selama 35 menit dengan posisi naik melewati sejumlah
gunung sehingga kami bisa melihat-lihat gunung bebatuan dari atasnya yang hanya
sedikit sekali mengalirkan air dengan sedikit pohon-pohon kecil yang sudah
kering. Jalan raya yang berkelok-kelok dengan
kendaraan yang ramai nampak menjadi pemandangan yang indah dari ketinggian,
bahkan ada jamaah yang takut kalau jatuh. Setelah kereta tiba di puncak, kami
dipersilahkan turun untuk melihat pemandangan yang indah dari ketinggian. Ada
beberapa gedung yang indah dan pemandangan yang menarik. Ternyata di tempat ini
udaranya sejuk bagai di Cisarua Puncak Bogor. Bisa jadi tidak ada travel
haji/umroh yang ziarah ke Thaif ini. Perjalanan bus ditempuh sekitar 1,5 jam melewati Mina,
Muzdalifah dan Arafah dengan kondisi jalan tol gratis yang lancar. Di lokasi
ini terdapat juga Teater terbuka (tanpa atap) dan panitia melangsungkan acara
seremonial perpisahan untuk tamu raja dari Asia Tenggara. Selain sambutan ada
juga game dan penampilan dari masing-masing utusan negara. Acara diakhiri dengan makan
malam dan kembali ke Makkah.
5. Wudhu Pakai Zamzam.
Setiap jamaah
haji/umrah merasa tidak afdhal bila tidak bawa pulang air zamzam meski sedikit.
Di halaman masjid Nabawi saya saksikan ada jamaah Indonesia ditegur oleh
petugas kebersihan yang berseragam biru, dari wajahnya nampak ia asal
Banglades. Kenapa ditegur, karena jamaah kita itu berwudhu dengan menggunakan
air zamzam. Memang banyak disediakan zamzam itu, tapi buat minum, bukan buat
wudhu. "Kalau wudhu di toilet sana" katanya.
6. HARTONO DAN KRIS
MUHAMMAD
Saya berjumpa
Hartono di Masjid Al Haram menjelang shalat Isya senin 8 Juni. Siapa dia?. Asalnya dari Yogya, tapi tinggal
di daerah transmigrasi di Kayu Agung Sumatera Selatan. Orang tuanya memang
bertransmigrasi sekian puluh tahun lalu. Saya duga ia jamaah umrah, makanya
saya tanya: "sudah berapa hari di sini?." Jawabnya: "Baru 5
bulan."
Saya tanya lagi:
"Kerja?."
Jawabnya:
"Ya."
"Kerja
apa," tanya saya lagi.
Jawabnya:
"Kerja bangunan di masjid ini, terutama pasang marmer."
Selanjutnya ia
menjelaskan bahwa targetnya sebenarnya tidak semata-mata dapat kerja dan uang,
tapi mau ibadah umrah dan haji. Kalau daftar haji kan lama dapat gilirannya,
tapi dengan cara ini insya Allah saya bisa haji tahun ini. Ia memperoleh upah
kerja sebesar 1.500 real/bulan sudah termasuk uang makan. Tapi iapun mengatakan
bisa mencapai 3.000 real dengan lemburannya. Bila 1 real Rp 3.500, maka ia
mendapat minimal Rp 10 jt. Selamat kepada Hartono, kerja bisa, uang dapat,
pahala ibadah di masjid al Haram sangat banyak. Di Anjum Hotel, saya juga
berjumpa dengan Kris Muhammad, pemuda asal Bandung yang bekerja di Hotel
Bintang 5 ini, saat merapikan kamar, saya tanya apakah dia kuliah di
perhotelan, dia bilang kursus saja setahun lalu kerja disini dengan gaji
lumayan 2.500 real bersih. Dia bandingkan dengan hotel lain, pekerja disini
digaji lebih bagus, dia bilang ada 60 orang Indonesia yang bekerja di hotel
ini.
Ketika dalam
penerbangan pulang ke Jakarta sayapun duduk disamping seorang bapak yang juga
bekerja di Saudi Arabia sebagai sopir di Perusahaan Minyak. Ketika saya tanya gajinya berapa dia bilang 3.000,
ditambah lembur bisa sampai 5.000 real. Sedangkan selama Ramadhan dan Idul
Fitri ia mengambil cuti, tiket pesawat ditanggung perusahaannya.
Pembangunan masjid
Al Haram dan hotel-hotel sekitarnya yang masih terus berlangsung membuat kita
harus maklum terhadap pengurangan kuota haji, karena memang daya tampungnya
tidak memungkinkan untuk sekitar 3 juta orang. Sekarang saja dengan jamaah umrah
yang datang silih berganti masjid Nabawi dan Al Haram sudah terasa sesak.
Drs. H. Ahmad Yani
0 comments